Aku dan Suara Hatiku - 2

By Rhizia Syifa Fauziyah - Januari 22, 2013



Sebelumnya di part 1...

“Ehm Bim, apa kau tidak bisa melepaskan tanganku?”
“Eh? Oh iya maafkan aku” Dia seperti baru tersadar
“Ya, tidak apa-apa”

Apa kau masih ingin mendengarkanku?

***

Tentu saja. Aku sangat penasaran. Eh ngomong-ngomong, siapa nama cowok itu? Daritadi, kau tidak menyebutkan namanya.


Oh maaf. Namanya Bima anak XC. Anaknya cukup populer di sekolah, tidak sepertiku yang keluar kelas saja jarang. Saat itu aku berfikir, apakah aku ini dipermainkan atau Bima memang benar-benar menyukaiku? Menurutmu bagaimana?


Hmmm, aku belum tahu kelanjutan kisahmu. Jadi aku tidak tahu jawabannya.


Oh, baiklah aku teruskan. Siang itu kami duduk di kursi D. Ketika film diputar, kupikir ini bakal menjadi film action di Indonesia yang sangat keren seperti Ghost Protocol. Tapi nyatanya film ini sadis. Jauh berbeda dengan ghost protocol yang sangat membuatku terkagum-kagum. Sesekali aku menutup mata karena ngeri. Aku tidak bisa menjerit di sini. Aku hanya menutup mataku lebih sering dan bergidig ngeri melihat filmnya. 2 jam kami menonton dan dia mengajaku makan. Aku mengangguk saja. Aku dan Bima pun ke lantai 2 untuk makan.
“Maaf.” Entah aku salah dengar atau memang itu yang ia ucapkan. Aku mendongak, dan terheran heran mengapa dia mengatakan itu.
“Untuk apa?”
“Aku membuatmu takut”
“Takut?” Aku masih terheran heran tapi Bima tidak kunjung juga menjelaskan. Dan aku baru ngeuh ketika lewat poster film yang berjejer rapi di dinding. “Hei, aku tidak takut,” Aku setengah tertawa “Hanya saja aku merasa ngeri.”
“Haha itu sama saja,” Jawabnya dengan cepat. “Kau beda sekali ya.”
Aku mendongak dengan cepat. “Maksudmu?”
“Ya, di Fb kau sangat cerewet tapi di sini kau sangat pendiam.”
Jantungku melonjak kaget, aku tidak tahu harus menjawab apa. Yang aku pikirkan adalah apakah dia mendengar degup jantungku yang tiba-tiba berdetak dengan keras dan cepat atau tidak. Akhirnya yang terlontar dari mulutku hanya, “Masa sih?”
Ia mengangguk. “Apa kau grogi?” Bima menjawab dengan santai, wajahnya memandangku. Aku menahan nafas ketika matanya bertemu dengan mataku. Ia sangat polos mengatakannya.
“Tidak.” Aku menjawabnya dengan cepat. “Kau ini ada-ada saja” Aku tersenyum, memperlihatkan gigi-gigiku yang berjejer rapi.
“Oh, kau tau? Padahal aku sangat grogi jalan denganmu.”
Aku mendongak lagi. Kali ini 2 kali lebih cepat dari sebelumnya. Jantungku ikut-ikutan meronta-ronta ingin keluar, saking kagetnya. Dia mengatakannya tanpa menoleh ke arahku.
Yang benar saja, apa aku salah dengar? Kataku dalam hati.
“Hah?” Mulutku refleks mengucapkan itu.
“Eh?” Bima menoleh “Kau tidak percaya? Sudahlah, lupakan saja perkataanku tadi.” Dia tersenyum lembut ke arahku. Jantungku meronta-ronta lagi. Aku tersenyum balik menanggapi omongannya. Aku menghembuskan nafas dengan perlahan ketika sampai di lantai 2.
Ah aku tidak percaya, dari tadi aku menahan nafas. Kalo begini terus, aku bisa mati. Gerutuku dalam hati.


Tunggu-tunggu. Selama itu kau menahan nafas? Hebat sekali. Kau benar-benar gila dibuatnya.


Entahlah. Hari itu aku benar benar gugup, untuk memulai obrolan pun lidahku sangat kaku. Aku benar-benar pasrah oleh perasaan. 1 jam berlalu diisi oleh makan dan candaan, ya aku tidak menyangka dia bisa bercanda dan aku juga akhirnya merasa sedikit enjoy dengan obrolan tadi, walaupun sebenarnya rasa gugup itu masih ada. Aku pulang pukul 4 sore dan tiba di rumah 1jam kemudian. Aku benar benar senang hari itu.
“Ya, sudah sampai” Bima berkata hampir seperti kepada dirinya sendiri. Aku turun dari motornya.
“Bima, thanks ya” Aku tersenyum mengatakannya
“Tentu. Terimakasih kembali put” Bima membalas senyumanku “Boleh ku ambil helmku? Atau kau akan membawanya tidur dan memeluknya?” Ia tertawa
“Oh iya aku lupa. Oh tidak tidak, aku masih punya guling di kamar, helmmu tidak empuk” Jawabku setengah tertawa sambil mengulurkan helm pada Bima
“Oke, baiklah, aku pamit dulu”
“Ya, lagian kau harus cepat cepat pulang sebelum ibuku melihatmu” aku tertawa mengatakannya
“Oke oke, baiklah” Ia menghidupkan motornya dan berputar arah meninggalkan halaman rumahku dengan satu kata “bye” .
“Ya, bye” Kataku hampir berbisik


Kau malu malu kucing! Hahaha


Bisakah kau diam dulu? Ceritaku belum selesai.


Ya baiklah, teruskan.


Pulang ke rumah ternyata tidak ada siapa2. Bima juga tidak menghubungiku. Kupikir setelah Bima sampai di rumahnya, ia akan langsung sms ke nomorku. Tapi aku salah.


Kau mengharapkan dia menghubungimu? Ku bilang juga apa, kau jatuh cinta.


Aku tidak mengharapkanya! Memang biasanya begitu kan? Aku benar-benar tidak mengharapkan sms darinya. Jatuh cinta? Mungkin kau benar.


Kau ini keras kepala. Lihat saja nanti. Lanjutkan ceritamu.


Aku menghabiskan sisa hari itu dengan membaca novelnya Ilana tan - Spring in london. Rasa kantuk mulai menjelajahiku di jam 22.00 WIB, tepat saat aku menarik selimut, handphoneku bergetar.

Bima
Selamat tidur Putri. Sekali lagi makasih untuk semuanya, untuk hari Minggu ini makasih J
Aku tersenyum melihatnya. Entah mengapa hanya dengan ia mengucapkan itu hatiku merasa senang. Aku membalas pesannya dan percakapan itu tidak berlanjut lagi.
***
Apa? Maksudmu, dia tidak membalas pesanmu lagi?

****BERSAMBUNG****

Terimakasih telah menyempatkan waktumu untuk membaca cerpenku! Aku harap, ceritanya tidak membosankan JJJ

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar