![]() |
Author : Rhizia Syifa Fauziyah |
Sebelumnya di Part 2...
Aku
menghabiskan sisa hari itu dengan membaca novelnya Ilana tan - Spring in
london. Rasa kantuk mulai menjelajahiku di jam 22.00 WIB, tepat saat aku
menarik selimut, handphoneku bergetar.
Bima
Selamat tidur Putri. Sekali lagi
makasih untuk semuanya, untuk hari Minggu ini makasih J
Aku
tersenyum melihatnya. Entah mengapa hanya dengan ia mengucapkan itu hatiku
merasa senang. Aku membalas pesannya dan percakapan itu tidak berlanjut lagi.
Apa?
Maksudmu, dia tidak membalas pesanmu lagi?
***
Ya,
begitulah. Aneh bukan? Tapi, keesokannya ia menghubungiku. Walaupun hanya
menanyakan apa yang sedang aku lakukan, kuakui aku sangat senang dan rasanya
aku mulai sadar, aku memang benar-benar jatuh cinta pada Bima. Sampai hari
sabtu datang, ia tidak menghubungiku lagi. Percakapan terkakhir kami, Bima
menyuruhku tidur. Dan sejak malam itu, aku tidak berhubungan lagi dengannya. Mengirim
sms pun dia tidak pernah. Apalagi di jejaring sosial. Malah kelihatannya dia
sedang dekat dengan seseorang. Argh aku tidak tahu apa yang aku rasakan saat
itu adalah kesal, cemburu atau apa. Yang pasti aku sangat mencoba untuk
menghiraukannya. Tapi tetap saja aku suka penasaran apa yang menjadi bahan
obrolan mereka yang pada akhrinya itu membuatku menjadi kesal. Ya, aku sangat
kesal sekali pada Bima. Dia plin plan.
Berarti,
kau berhubungan dengannya hanya seminggu? Masalah perempuan itu, bersabarlah.
Kau kan belum tau alasan Bima. Mungkin saja perempuan lain yang dekat dengannya
itu hanya temannya/ sepupunya/ sahabatnya?
Ya,
seminggu kurang. Ehm tidak, sepertinya aku salah presepsi. Aku yang terlalu
ke-GR-an. Seharusnya aku tidak mengharapkan lebih dari itu.
Hei!
Tapi dia sudah mengajakmu jalan.
Tidak
tidak, mungkin dia menganggapku sepupunya/teman curhatnya. Masalah aku jalan
dengannya itu sudah tidak penting lagi.
Lalu,
ceritamu sudah selesai?
Sebenarnya
belum, ceritanya masih panjang. Banyak hal yang harus kau ketahui lebih lanjut.
Terutama tentang perempuan itu. Tapi ini akan memakan waktu yang lebih lama.
Kau akan mendengarkanku?
Tentu
saja! Ada apa dengan perempuan itu? Lanjutkan ceritamu, jangan membuatku
penasaran.
Baiklah.
Tapi aku bingung harus mulai darimana. Sungguh, kisahku ini seperti sinetron.
Jika kuceritakan secara detail ini akan memakan waktu yang sangat panjang.
Mungkin telingamu juga akan lelah mendengarkan ceritaku ini.
Berceritalah
sesukamu. Keluarkan semua yang ingin kau katakan. Jangan di pendam, tidak baik.
Itu hanya akan membebanimu. Lalu, bagaimana kelanjutannya?
Terimakasih.
Perempuan itu teman seangkatanku. Ia di kelas XB, namanya Feby. Anaknya memang
asyik di ajak ngobrol. Cantik. Pintar. Dan populer. Jadi, wajar saja Bima
menyukainya.
Apa
dia mengenalmu? Jangan kau bilang dia teman dekatmu.
Bukan,
dia bukan teman dekatku. Feby memang mengenalku tapi hanya sebatas kenal. Anaknya
baik, dia juga suka menyapaku. Tapi, akhir-akhir ini ia selalu terlihat agak
kaku bila bertemu denganku. Apa mungkin Feby merasa tidak enak padaku? Jujur,
aku memang kesal pada Bima soal hubungannya dengan Feby di jejaring sosial.
Tapi aku sama sekali tidak membencinya. Aku juga tidak dendam pada Feby.
Kurasa, perasaan membenci atau mendendam itu sangat konyol, apalagi hanya
karena masalah laki-laki.
Ya,
aku setuju denganmu. Lalu bagaimana? Cepatlah ke intinya.
Aku
selalu berfikir positif dengan semua ini. Mungkin saja pada waktu lain Bima
akan mengirim pesan/wall kepadaku. Tapi, ya memang kenyataanya begini, ia
benar-benar tidak pernah menghubungiku lagi. Baik di sms-jejaring sosial. Aku
tidak mengerti apa yang membuat Bima menjadi seperti ini. Apa ini ada
hubungannya dengan hari dimana kami kencan? Apa aku berbuat salah padanya? Yang
paling kubenci adalah ia tidak mengingat hari dimana usiaku bertambah.
Sebenarnya, aku tidak apa-apa kalau pun Bima benar-benar lupa. Tapi setidaknya,
ia menghubungiku. Aku ingin dia menghubungiku, walau itu hanya sekadar mengirim
dinding/ menyukai statusku, aku hanya ingin itu saja, tidak lebih. Bagaimana pun
juga Bima pernah mengenalku. Tapi sepertinya, ia memang benar-benar tidak ingin
mengenalku lagi. Mungkin, memang ini
yang Bima inginkan.
Hei,
kau tidak boleh berbicara seperti itu. Walau bagaimana pun, ia pernah mewarnai
hidupmu. Tidak kah kau ingin mencari kebenarannya? Kurasa, ada sesuatu yang
aneh.
Untuk
apa? Aku sudah muak dengan Bima. Aku tidak peduli lagi dengan apa yang aneh
dengan semua ini. Aku sudah tidak mau mengenalnya lagi. Mendengar namanya saja
sudah membuatku sakit! Apa kau tidak hancur merasakan yang seperti ini? Ini
benar-benar sakit!
Aku
merasakannya! Tapi aku juga merasakan bahwa semua ini tidak benar! Ini memang
sakit, apalagi ini yang pertama kalinya. Dan yeah kau memang benar, ini sakit
sekali.
Ya,
sudahlah. Semuanya sudah jelas. Aku sudah bisa menebak ending ceritanya,
sekarang. Apa yang Bima lakukan itu ibarat sedang mendownload --- 99% dan
terputus begitu saja.
Kau benar. Lalu, apa yang akan kau
lakukan sekarang?
Entahlah.
Rasanya aku ingin menghilang dari dunia ini. Merestart hidupku dan kembali lagi
dengan perasaan yang tenang. Tapi, menghilang dari dunia ini rasanya mustahil.
Oh ya ada bagian yang belum ku ceritakan. Kau masih mau mendengarkanku kan?
Tentu
saja.
*****BERSAMBUNG*****
Terimakasih telah menyempatkan waktumu untuk membaca cerpenku! Aku harap, ceritanya tidak membosankan JJJ
0 komentar