Sebelumnya di Part 4...
“Put,
kau sedang patah hati ya?” Komentar temanku setelah aku selesai menyanyi.
Walaupun kami nyayi bersama2 tapi rupanya, ia memerhatikan aku menyanyi.
“Tidak.
Kata siapa? Kau lebay” Jawabku sambil tertawa
“Eh?
Jangan bohong put. Tadi, dimataku kau terlihat sedih. Menyanyikan lagu itu dari
hati.. dari hatimu yang paling dalam. Kau tidak apa-apa kan?” Jawabnya lagi
tidak mau kalah. Alhasil, semua temanku menatapku.
“Hmm,
sekarang sudah pukul 12 ya? Pantesan, Vira alaynya kambuh, rupanya waktu
kebangkitan alaynya sudah datang” Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Aih~
kau ini!!!!!13235@#$@$q*&^bla bla bla bla” Vira terpancing dan kami semua
kembali dalam dunia gila kami.
Jadi,
ending ceritanya bagaimana?
***
Sepulang dari sekolah, aku sempat
melihat Feby masuk ke kelas Matematika, di dalamnya ada Bima yang sedang serius
dengan laptopnya. Feby duduk disebelahnya, dan mereka pun mulai larut dalam
keceriaan. Aku sendiri hanya lewat dan langsung menuju gerbang untuk pulang. Hari
itu, aku sungguh bosan. Untuk menghilangkan kebosananku, aku masuk ke internet
dan mulai browsing. Aku membuka facebookku yang sudah lama tidak kubuka. Ada
beberapa pemberitahuan di sana. Aku hanya membuka dan mengabaikannya. Aku tidak
mengupdate status atau yang sebagainya, aku hanya melihat-lihat profil orang
lain dan salah satunya tentu saja Bima. Lama aku mengutak-ngatik facebook, satu
pemberitahuan di pesan muncul. Aku kaget. Lebih tepatnya heran. Apa mungkin
dari Bima? Aku mengklik tanda pemberitahuan itu, dan terteralah dengan
jelas siapa yang mengirim pesan.
Feby?
Feby Lyshadirman
Hai Put, apa kabar? Maaf jika aku
megganggu waktumu. Aku.. aku minta maaf. Tidak tahu kenapa, aku merasa sangat
bersalah padamu sejak 5 menit yang lalu. Kau pasti bingung ya? Maaf jika aku sudah
buat bingung. Untuk lebih jelasnya, kau harus buka e-mailmu. J
Maaf? Seingatku, aku jarang bertemu
Feby. Aku segera membalas pesannya.
Putria Anindya
Hai juga Feb. Alhamdulillah baik, kau
sendiri? Tumben sekali mengirim pesan :p
Ya, tentu saja aku bingung dengan
kehadiranmu di pesan fbku, dan isinya sama sekali tidak masuk akal. Tapi sudahlah,
aku ingin membuka emailku sekarang, kau sukses membuatku penasaran. J
Setelah tahu isi pesan dan membalasnya,
aku tidak menunda waktu lagi untuk membuka email. Dan dari situlah semua
kisahku ini, akan berakhir.
Hai.
From :
Febylysha@yahoo.com
Hari
itu, 05 April 2012 aku menyatakan perasaanku padanya. Orang yang sejak
itu berlari-lari mencari tanda-tangan senior. Bernyanyi di lapangan upacara
dengan riangnya, dengan suaranya yang merdu, dengan semangatnya yang tak akan
pernah goyah bila diterjang badai sekalipun. Aku mencintainya. Aku mencintai
apa yang ada dalam dirinya. Putria Anindya. Satu nama itu yang selalu menemani
malamku. Tidak hanya malam, pagi – siang – malam, sepanjang waktu.
08
April 2012, aku mengajaknya jalan. Kencan pertama
ini diisi dengan menonton film The Raid. Hari itu, aku sangat gugup dibuatnya.
Aku sangat takut melontarkan kata, takut menyakiti hatinya, takut membuatnya
malu, takut membuatnya tidak nyaman denganku. Jadi, kuputuskan untuk tidak
banyak berbicara. Kau tahu? Saat bahagia adalah saat dimana aku menggenggam
tangannya untuk pertama kali. Jantungku berdetak lebih keras dan cepat, dua kali
lipat dari biasanya. Keringat dingin menjulur dari ujung rambut sampai ujung
kaki, mungkin dia juga bisa merasakan tanganku mendingin. Dan saat dimana
bahagia itu memudar adalah saat ia berkata “Apa kau tidak bisa melepaskan
tanganku?” Aku tersadar, benar-benar baru tersadar, selama itukah aku
menggenggam tangannya? Mungkinkah aku tidak ingin ia jauh dariku? Put, kau
tahu? Aku selalu ingin menggenggam tanganmu. Aku tidak ingin melepaskannya
walau hanya satu detik, sungguh.
Apakah..
apakah ini dari Bima? Mataku berkaca-kaca
membacanya. Apa maksud semua ini? Aku.. aku tidak yakin bisa membacanya
sampai tuntas.
Jam
22:00, aku menggenggam handphoneku. Aku benar-benar merasa malu dan
bodoh karena hanya bisa mengirim satu pesan kepadanya. Aku tidak tahu apa yang
dia pikirkan saat itu, ia pasti kecewa dengan apa yang aku lakukan. Beberapa
hari ke depan, aku berhubungan dengannya. Sampai satu pesan yang kukira balasan
dari Putri kubuka, aku tidak pernah menghubunginya lagi. Maafkan aku, tapi isi
pesan itu kupikir lebih penting. Sahabat kakakku menyuruhku untuk mencintai
adiknya, Feby. Aku tidak bisa menolak, karena Kak Ridho ini adalah salah satu
orang yang berarti dihidupku. Ia pernah menyelamatkan nyawaku dari kecelakaan
motor satu tahun lalu. Walau bagaimanapun aku berhutang budi padanya, dan
mungkin dengan cara ini aku bisa membalas semuanya.
Aku
mulai mendekati Feby di jejaring sosial, dan secara perlahan aku mencoba untuk
melupakan Putri, menggantinya dengan mulai mencintai Feby. Tapi kau tahu? Ini
terlalu sulit. Ini sangat sulit dari apa yang aku bayangkan. Aku tidak bisa.
Setiap kupejamkan mata dan memulai untuk mencintai Feby, rasa itu selalu
muncul. Rasa dimana pertama kalinya aku melihat Putri. Aku bingung dengan semua
ini, di sisi lain aku ingin kembali. Tapi aku tahu, ini semua sudah terlambat.
Aku pasti sudah menjadi abu di hati Putri.
Tidak!
Sampai saat ini, bahkan untuk selamanya, dihatiku, masih ada namamu, Bima.
1
Juni 2012
Hari
ini aku kencan bersama Feby, inilah 1 bulanku bersamanya. Kau tahu kami pergi
ke mana? Kami menonton film dan makan. Sungguh, ini mengingatkanku pada
kejadian itu. Aku sangat tersiksa dengan semua ini. Aku seperti dihantui
bayangan Putri, saat pertama kali aku menggenggam tangannya, tertawa bersamanya,
bercerita bersamanya, semua itu sangat aku rindukan. Sungguh, aku sangat rindu
semua itu. Put, kau tahu? Aku selalu ingin menggandeng tanganmu, menggenggam
tanganmu, mengajakmu mengikuti langkahku ke suatu tempat di mana hanya ada kita
di sana, hanya ada bunga-bunga yang menjadi saksi cinta kita. Aku selalu ingin
membuatmu tertawa, membuatmu tersenyum bahagia karenaku. Aku ingin kau menjadi
seutuhnya milikku.
Aku
sakit. Aku sakit dengan semua ini. Aku sakit ketika aku mendengar kau
bernyanyi, nyanyian sedih karenaku. Aku benci dengan diriku. Aku benci dengan
perasaan terpaksa ini, aku ingin menghentikannya. Tapi bagaimana? Aku tidak
tahu dimana tombol merah untuk menghentikan semua ini. Aku hanya bisa
mengetikkan kata demi kata di komputerku. Berharap suatu hari nanti kau akan
tahu yang sebenarnya. Entah itu darimana atau bagaimana. Aku ingin kau tahu,
perasaanku selama ini terhadapmu, tidak pernah berubah. Aku mencintaimu
selamanya, Putri.
Regards
Bima
Aku
tidak bisa menahan ribuan butiran air yang menumpuk di pelupuk mataku. Mataku
terpejam. Dan air mataku mulai mengalir. Aku.. aku tidak percaya selama ini,
ternyata Bima hanya berpura-pura? Bagaimana perasaan Feby? Pasti perasaannya
sangat kacau. Dan.. apa maksud Feby mengirim ini? Apa dia ingin aku bersama
Bima? Aih~ Apa yang harus ku lakukan saat ini? L
Sepertinya
Tuhan memang sudang menyiapkan semua ini. Tepat setalah aku membaca email dari
Feby, satu pemberitahuan email lain muncul. Aku mengklik tanda kotak masuk.
Tertera dengan jelas siapa pengirimnya.
From :
Febylysha@yahoo.com
Maaf jika selama ini, ternyata akulah
penyebab retaknya hubunganmu dengan Bima. Tapi, kau tidak perlu khawatir lagi,
aku sudah putus dengannya. Kembali. Kembalilah padanya. Dia sangat mencintaimu.
Dia membutuhkanmu. Bima, membutuhkan Putri bukan Feby.
Tangisku semakin menjadi setelah aku
selesai membaca e-mail dari Feby. Dia benar-benar? Benar-benar melakukan ini.
Apa yang harus kubilang nanti jika aku bertemu dengannya atau Bima? Setelah diam
beberapa detik, aku membalas email dari Feby.
To
: Feby Lyshadirman
Maksudmu
apa Feb?
To
: Putria Anindya
Kau
tahu jelas maksudku, Put.
To
: Feby Lyshadirman
Bagaimana
kau bisa tahu semua ini? Apa yang Bima lakukan padamu? Bima tidak menyakitimu
kan?
To
: Putria Anindya
Bima
tidak melakukan apapun. Dia sama sekali tidak menyakitiku, tidak pernah Put.
Aku tahu semua ini sendiri. Sepulang sekolah, aku menangkap basah tulisan asing
di layar laptop Bima- seperti yang sudah kau baca tadi. Bimalah yang selama ini
tersakiti olehku. Aku.. aku sendiri sama sekali tidak menyangka, latar belakang
ia mencintaiku selama ini.. ternyata hanya karena balas budi. Hahaha~ miris
sekali ya Put. Kalau boleh jujur, aku sedih membacanya, hatiku sangat sakit mengetahui
kenyataan ini. Tapi aku sadar, selama ini kaulah yang lebih sakit.
Aku
ini bukan perusak hubungan orang, Put. Aku tidak mau merenggut hak orang,
kebahagian orang. Aku percaya, kau juga masih mencintai Bima. Benar begitu
bukan? Aku ingin kaulah yang berada disampingnya. Dia akan lebih bahagia jika
bersamamu, bukan aku. Jangan balas email ini lagi Put. Kau hanya perlu menemui
Bima dan bilang kau masih mencintainya. Sekarang, pergilah ke luar, temui Bima.
Tadi aku menyuruhnya menemuimu. Hehehe ;)
Bima
ada di depan rumahku? Tanpa menunda waktu lagi, aku pergi melongokkan
kepala keluar jendela dan menangkap seseorang sedang berdiri mematung.
Kepalanya mendongak ke atas. Menatap lembut mataku. Ia, tersenyum.
Jantungku
berdebar bukan main. Tapi itu mendorongku untuk langsung menemui Bima. Aku
berlari menuju pintu depan, memutar gagangnya dan mataku bertemu mata Bima. Aku
berjalan ke arahnya. Kami berdua terlihat kikuk. Mulutku beku. Terlalu kaku
untuk memulai pembicaraan, bahkan untuk sekadar berkata ‘hi’. Hanya mataku dan
matanya yang berbicara. Tanpa kata-kata pun, baik aku maupun Bima tampaknya
sudah mengerti semua ini.
Sedetik,
dua detik, aku merasakan tanganku tergenggam. Hatiku berdebar tak karuan. Tapi
hatiku lebih berdebar lagi ketika melihat Bima mulai membuka mulut, ingin
mengatakan sesuatu. Hatiku berdebar, menantikan suara yang sudah lama
kurindukan. Tanpa sadar, aku menahan napas.
“Hai
Put.” Bima tersenyum kikuk “Aku.. aku gugup sekali.” Bima menahan napas
menantikan jawabanku.
Aku
tersenyum karenanya, “Aku juga.”
“Kau
habis menangis? Matamu sembab.” Aku menangkap nada khawatir di sana
“Ya,
menangis bahagia. Karenamu.”
Bima
terlihat bingung tapi akhirnya dia tersenyum juga.
“Aku
sudah membaca diarymu. Tega sekali kau meninggalkanku dan menipu Feby.”
“Eh?”
Wajahnya memerah, “Bukan begitu, aku..” Bima sepertinya ingin menjelaskan tapi
ia bingung harus memulai darimana. Aku tersenyum melihatnya, Bima hanya
menatapku.
“Aku
sudah tau semuanya. Terimakasih. Kau akan selalu ada dihatiku, Bima. Sampai
kapan pun.”
Bima
tersenyum mendengarnya. “Aku mencintaimu Put. Selamanya.”
Seiring
ucapan itu, tangannya semakin erat menggenggam tanganku. Aku tidak bisa menahan
lagi kebahagiaan ini. Haru ini. Air mata menyimpul di sudut mataku. Tangan Bima
bergerak kearahnya, dan mengusapnya lembut. Lalu dia memelukku erat.
“Jangan
pernah meninggalkanku lagi, Bim.” Bisikku di telinganya.
“Tidak
akan, Put. Tidak akan pernah. Aku janji.”
Lagi-lagi
aku tersenyum hanya dengan 3 kalimat singkat itu. Tiba-tiba Bima mengangkat
tubuhku dan membawanya memutar. Aku sedikit berteriak tapi langsung digantikan
dengan tawa bahagia. Rambutku yang tergerai melambai-lambai ditiup angin.
Wajahku merasakan hembusan angin, lembut, sejuk. Aku merentangkan kedua
tanganku untuk lebih merasakan nikmat Tuhan, merasakan semilir angin yang
berhembus menerpa wajahku. Dan yang kurasakan saat itu hanyalah rasa bersyukur.
Hoaaaaam,
aku mengantuk! Ceritamu benar-benar panjang ya? Tapi aku senaaaang sekali
melihat perubahan mukamu sekarang. Kau benar-benar bahagia ya waktu itu?
Sangat!
Aku sangat bahagia sekali. Untuk pertama
kalinya, aku merasakan bahwa bahagia itu sederhana.
Nah
sekarang, apakah tugasku sudah selesai? Aku ingin istirahat, seharian
mendengarkan ceritamu yang bergitu bergelombang. Merasakan sakit, sedih,
menangis tapi pada akhirnya berakhir dengan happy ending. Kau pintar sekali
bercerita. Ku kira, ending ceritamu bakal menyedihkan.
Ya,
begitulah. Terimakasih sudah mendengarkanku bercerita. Tapi, suatu hari nanti
kau akan mau kan jika kusuruh untuk mendengarkan curhatanku?
Tentu
saja! Aku ini kan suara hatimu. Kau akan selalu butuh aku. Dan aku siap untuk
itu.
Aku
dan suara hatiku akan selalu menyatu. Betul kan?
Tentu
!
*** END ***
Terimakasih telah menyempatkan waktumu untuk membaca cerpenku! Aku harap, ceritanya tidak membosankan ♥☮:-) ありがとう。!!
0 komentar